Musik dalam Pandangan Islam (Berbagai Pandangan Ulama Muslim tentang Musik)

 

A.     Pendahuluan

Musik[1] merupakan jantung kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan jiwanya. Sebab hal ini jelas berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia dalam mengekspresikan diri, tentunya melalui bunyi. Berkaitan dengan bunyi dalam bentuk nyanyian, pada umumnya merupakan kata- kata yang tersusun rapi dan memiliki makna tertentu. Bahkan biasanya tersusun dalam wujud cerita yang menggambarkan emosi manusia dalam kehidupannya masing-masing.

Musik dan nyanyian, merupakan suatu media yang dijadikan sebagai alat penghibur oleh hampir setiap kalangan di zaman kita sekarang ini. Hampir tidak kita dapati satu ruang pun yang kosong dari musik dan nyanyian. Baik di rumah, di kantor, di warung dan toko-toko, di bus, angkutan kota ataupun mobil pribadi, di tempat-tempat umum, serta rumah sakit. Bahkan di sebagian tempat yang dikenal sebagai sebaik-baik tempat di muka bumi, yaitu masjid, juga tak luput dari pengaruh musik.

Sebuah fenomena menggelisahkan, kini tengah dan bahkan sebenarnya sudah cukup lama bergulir di kalangan pemuda-pemudi Islam: yakni kegemaran mendengarkan lagu dan musik. Sederet nama para penyanyi dan biduanita dalam dan luar negeri, singel maupun berbentuk grup musik modern, tertata apik dalam hafalan muda-mudi Islam, bahkan juga kaum tua dan anak-anaknya. Melalui kegemaran itu pula lah,  berbagai budaya lain yang amat merusak merambati relung-relung kehidupan generasi Islam yang sedalam-dalamnya. Hal itu lumrah, karena yang menjadi sorotan dunia musik, yang menjadi idola penggemar musik sekarang ini, tidak lain adalah para musikus, biduan dan biduanita non muslim, yang menganut budaya modern yang hingar bingar, penuh sensasi, dan pertarungan reputasi, masih pula berbaur dengan seribu satu kemaksiatan yang terkadang sudah menjadi budaya mereka.[2]

Di sisi lain, banyak kalangan yang mengaku sebagai seniman Muslim, merasa gerah melihat kesuksesan musisi dan para penyanyi non muslim di blantika musik dunia. Kegerahan itu -disisipi juga dengan kebodohan terhadap ajaran Islam- menggelitik keinginan sebagian mereka untuk tampil dengan gaya musik kontroversial, yakni gaya musik islami (demikian klaim mereka) atau lebih tepatnya musik bernuansa religius, modern, dan sensasional, untuk bersaing dengan para penyanyi dan musisi luar, membelah pemusikan dunia, sekaligus mengembangkan syiar-syiar Islam. Begitu tekad mereka. Warna musik mereka kemudian lebih dikenal dengan kasidah, atau irama padang pasir.[3]

Sesungguhnya lagu, dengan atau tanpa menggunakan alat musik, adalah masalah yang mengundang perdebatan dan pembicaraan dikalangan ulama Islam sejak dulu. Mereka sependapat dalam beberapa masalah dan berbeda pendapat dalam beberapa masalah yang lain. Mereka setuju mengharamkan setiap lagu porno atau jahat ataupun yang mendorong mengerjakan perbuatan dosa, karena nyanyian tidak lain adalah kata-kata. Dengan begitu, kata-kata yang baik, baik pula hukumnya, kata-kata yang buruk, buruk pula hukumnya. Setiap kata-kata yang mengandung keharaman, kata-kata itupun haram.

B.     Pengertian Musik

Berbicara mengenai musik berarti kita berbicara tentangg kehidupan manusia dalam lintasan sejarah. Pada tingkat peradaban manusia yang masih rendah, seni musik telah diinterpretasikan sedemikian rupa pada hampir seluruh aspek kehidupan, masyarakat primitif memanfaatkan musik tidak hanya sekedar sarana entertainment semata, tetapi mereka mempergunakannya juga sebagai alat untuk upacara ritual keagamaan, adat kebiasaan, bahkan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sosial. Apresiasi mereka menunjukan bahwa musik mempunyai peran yang cukup urgen dalam kehidupan manusia.

Salah satu peran yang cukup menonjol pada seni musik yaitu sebagai mediator. Pada konteks ini seni musik merupakan bahasa universal yang diekspresikan lewat simbol-simbol estetis. Sebagai alat komunikasi musik menjelma secara substansial menjadi sarana aktivitas interaktif antara musisi dan audiencenya. Pada tingkat inilah seni musik menunjukan peran yang cukup luas yang mencakup kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan kehidupan religius (keagamaan).

Musik yang kita dengar sehari-hari secara umum, merupakan suatu kumpulan atau susunan bunyi atau nada, yang mempunyai ritme tertentu, serta mengandung isi atau nilai perasaan tertentu.

Ada beberapa definisi musik menurut beberapa tokoh:

1.         Irwin Edman (Filusuf asal Amerika), musik adalah urutan bunyi- bunyian yang logis tetapi bukan logika dari suatu argumentasi, musik adalah suatu himpunan teratur dari vitalitas, suatu impian dimana bunyi-bunyian bersatu padu dan mengkristalisai.

2.         Dr. Alferd Aurbach (Universitas California), musik adalah bahasa dunia, ia tidak perlu diterjemahkan, dalam musik berbicara dari jiwa kepada jiwa.[4]

3.         Seni musik (instrumen art) adalah bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut. Bidang ini membahas cara menggunakan instrumen musik, masing- masing alat musik mempunyai nada tertentu, di samping itu seni musik juga membahas cara membuat not dan bermacam aliran musik, misalnya musik vokal dan musik instrumen.[5]

Menurut Sidi Gazalba seni adalah bahasa latin yang berasal dari kata art berarti sesuai dengan etimologi, kata art tersebut yaitu membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan.[6] Seni adalah fitroh manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan manusia.

Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia ataupun fitroh yang di anugerahkan Allah kepada hamba hamba-Nya.[7]

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrohnya terhadap keindahan yang di ungkapkan lewat nada dan irama baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat dan mendengarkannya.

 

 

 

C.     Sejarah Seni Musik

Sepanjang sejarah, belum pernah ditemukan umat yang menjauhkan diri dari nyanyian dan musik. Perbedaannya hanya dalam waktu yang mereka gunakan untuk menikmati lagu atau kapasitas lagu yang mereka nikmati, ada yang banyak dan ada juga yang sedikit. Bahkan ada juga yang berlebihan, sehingga lagu sudah merupakan prinsip hidupnya.[8]

Akar musik Arab berpangkal pada masa ribuan tahun sebelum masehi. Sudah menjadi anggapan umum di kalangan ahli-ahli musik bahwa musik Arab bersumber dari musik Yunani atau Persia. Karena itu maka ditetapkan awal sejarah musik Arab pada masa pra Islam ketika peradaban Yunani dan Persia sedang berada pada puncaknya. Akan tetapi perkembangan arkeologi modern serta penemuan-penemuan penggalian telah membukakan jalan bagi sejarah seni musik dan mengubah secara radikal konsep-konsep lama mengenai evolusi budaya dunia. Demikianlah bahwa musik Arab berawal dari masa yang lebih tua dari masa pra Islam.

Orang-orang Arab tidak hanya mengagumi kesempurnaan seni menyanyi, bermain teori musik, alat-alat musik dan pengembangan cara pembuatannya, tapi mereka juga tertarik pada berbagai aspek komposisi musik dan mereka mengembangkan model-model gaya puisi serta nyanyian.[9]

Mayoritas komunitas Arab pada dasarnya memiliki kemampuan yang cukup handal dalam seni musik, maka hal yang wajar apabila seni musik tumbuh cukup subur di dunia Arab. Hal tersebut antara lain di latar belakangi oleh lahirnya seni musik di daratan Arab. Sejak zaman Jahiliyah dunia Arab telah mengenal musik, bahkan seni musik telah menjadi trend dan bagian dari gaya hidup mereka sehari-hari.

1.        Musik pada masa Rasulullah saw dan sahabat

          Kehidupan masyarakat Islam di masa Rasulullah saw ditandai oleh dua karakteristik, yaitu (1) sederhana, (2) banyak berbuat untuk jihad fi sabilillah membela Islam dan meluaskannya. Sehingga tidak ada waktu untuk bersenang-senang menciptakan bentuk-bentuk keindahan (seni, musik, lagu) apalagi menikmati.

          Orang-orang Islam dengan kepercayaan barunya lebih tertarik oleh seruan jihad daripada lagu dan musik, ini membuktikan bahwa masyarakat Islam di masa Rasulullah bukan tanah yang subur untuk kesenian. Tetapi ketika wilayah Islam meluas, kaum muslimin berbaur dengan berbagai bangsa yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan kesenian sehingga terbukalah mata mereka pada kesenian suara baru dengan mengambil musik-musik Persia dan Romawi.[10]

          Pada zaman Nabi saw dan sahabat tidak ada kaum pria yang berprofesi sebagai penyanyi, namun ada yang memiliki suara indah. Orang Arab pada zaman jahiliyah menganggap nyanyian sebagai suatu yang aib bagi kaum laki-laki, bahkan bagi kaum perempuan merdeka dan bukan hamba sahaya, maka dari itu mereka mengkhususkan penyanyi bagi hamba sahaya wanita.

          Adapun tentang adanya penyanyi wanita, telah ditunjukan oleh sebagian hadis bahwa di Madinah terdapat penyanyi wanita, bahkan Madinah merupakan pusat nyanyian sejak zaman jahiliyah ddibandingkan penduduk Makkah. Permasalahan lagu dan musik semakin merebak dan marak setelah masa Rasulullah saw dan sahabat, bahkan banyak penyanyi yang sangat terkenal ketika itu, diantaranya Izzah al-Maila. Kemudian pada masa bani Umayyah semakin banyak lagi, bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Dan pada masa bani Abbasiyah para seniman dan pujangga semakin bertambah lagi dan banyak dari kaum laki-laki yang terhormat masuk ke dunia musik dan lagu.  Mereka banyak mengarang buku-buku tentang musik dan lagu, serta mengubah syair-syair lagu bagi para penyanyi.[11]

a.         Pengarang teori musik dari kalangan kaum muslimin

               Ketika wilayah kekuasaan Islam meluas mencapai Eropa, pertumbuhan seni musik berubah total. Pesatnya pertumbuhan seni musik pada saat itu sebagai implikasi terjadinya akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan daerah taklukannya. Pada masa itu muncullah seorang ahli musik bernama Ibnu Majjah (w.705 M). Setelah itu kaum muslimin banyak mempelajari buku- buku musik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan Hindia. Mereka mengarang kitab-kitab musik baru dengan mengadakan penambahan dan penyempurnaan serta pembaruan baik dari segi alat-alat instrumen maupun dengan sistem dan teknisnya. Diantara pengarang teori musik yang terkenal adalah:

1)        Yunus bin Sulaiman al-Khatib (w. 785 M) beliau adalah pengarang musik pertama dalam Islam, kitab-kitab karangannya dalam musik sangat bernilai tinggi sehingga pengarang-pengarang teori musik Eropa banyak yang merujuk pada beliau.

2)        Khalil bin Ahmad (w. 791 M) beliau telah mengarang buku teori musik mengenai not dan irama.

3)        Ishak bin Ibrahim Mausulli (w. 850 M) telah berhasil memperbaiki musik Arab jahiliyah dengan sistem baru.[12]

b.        Pendidikan musik di negeri-negeri Islam

               Selain dari penyusunan kitab musik, timbul perhatian dalam bidang pendidikan musik yang dicurahkan pada akhir daulah Umayyah. Pada masa itu para khalifah dan para pejabat lainnya memberikan perhatisn yang sangat besar dalam pengembangan pendidikan musik. Banyak sekali musik didirikan oleh negara Islam di berbagai kota dan daerah. Baik sekolah tinggi menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang paling sempurna dan teratur adalah yang didirikan oleh Sa’id Abdul Mu’min (w. 1294 M).

               Salah satu sebab mengapa dalam daulah Abbasiyah didirikan banyak sekolah musik adalah karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat sebagai pelayan (budak), pengasuh, dayang-dayang di istana, dan di rumah-rumah. Karena itu telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.[13]

2.        Musik dalam perkembagan berikutnya

          Pada masa sekarang di beberapa kota Islam pada bulan Ramadhan masih ditemukan tradisi lama yaitu pada waktu makan sahur, banyak orang-orang berjalan-jalan sambil bernyanyi dan terkadang menggunakan terompet. Selain itu orasi-orasi pemakaman yang diselenggarakan dengan peraturan agama yang sangat ketat umumnya dibacakan dengan lagu, dan di beberapa tempat keramat, musik menyertai upacara-upacara religius bahkan di masa lalu tentara muslim yang perang menunaikan perang suci (jihad) diiringi semacam musik untuk meningkatkan keberanian dan keteguhan hati dan perjuangan mereka.[14]

Beberapa tabib muslim ada juga yang menggunakan musik sebagai sarana penyembuhan penyakit. Baik jasmani maupun rohani, dan di tulis juga beberapa risalah tentang ilmu pengobatan melalui musik.[15] Bagi orang yang memperhatikan kaum muslimin dalam realita kehidupannya tidak akan ditemukan konflik antara orang Islam yang berpegang teguh dengan orang yang menginginkan kenikmatan dengan kebagusan dalam pendengaran (lagu dan musik).

Pada zaman dahulu kaum muslimin telah mampu membuat jenis-jenis nyanyian yang bisa membuat hati dan jiwa mereka tenang dan tentram, khususnya di pelosok perkampungan. Dan ini telah kita alami sejak anak-anak sampai remaja semua jenis tersebut adalah jenis nyanyian natural yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat, sehingga mereka jauh dari unsur-unsur negatif.[16]

D.     Fungsi Seni Musik

                      Adapun beberapa fungsi musik dapat diuraikan sebagai berikut:

1.       Musik sebagai media kritik sosial

Allah menciptakan dunia indah yang telah memberikan inspirasi kreatif bagi manusia untuk berkarya. Keindahan itu mendorong manusia menggunakan mata, telinga, dan hati atau perasaannya.

Diantara keinahan yang dapat dirasakan telinga adalah musik. Keindahan musik dapat membangkitkan semangat atau memberikan gairah hidup, musik juga telah mendorong manusia untuk menciptakan perangkat lunak dan perangkat keras yang beraneka ragam saat ini, yang dengannya dunia menjadi hingar-bingar penuh dengan rona dan meningkatnya kesejahteraan hidup manusia. Jika ini tanpa musik, maka akan “sepi mencekam”, “dingin” dan “membeku”.

Namun kenyataannya, tidak semua musik diciptakan sesuai dengan apa yang diharapkan dan digariskan sang pencipta. Kenyataannya, banyak musik yang berkiblat ke pola-pola yang bertentangan dengan ketentuan agama yang mendorong manusia berbuat maksiat. Akibatnya tidak sedikit manusia yang terjerumus kedalam lembah kemaksiatan, pesimis, menyesali nasib, frustasi, dan timbulnya permusuhan yang diakibatkan oleh musik.

Bagi musisi tertentu, musik bisa dijadikan alat untuk menuangkan kritik sosial, politik, dan budaya yang mereka tuangkan dalam lirik-lirik lagu mereka. Selain alat untuk menuangkan kritik sosial, politik, budaya dan sebagainya, musik juga sering dijadikan sebagai alat mempropagandakan sebuah “ideologi”. Bahkan, boleh jadi merupakan sarana yang cukup efektif untuk mengajak para pendengarnya mengikuti apa yang diinginkan oleh para musisi atau penciptanya.[17]

2.       Musik Sebagai Terapi

Musik memang fenomenal, kehadirannya telah membuat kehidupan ini berirama, di samping dampak negatif, banyak pula dampak positif yang dihadirkan musik bagi kehidupan manusia.

Menurut Concetta Tomaino, Direktur program terapi musik pada Rumah Sakit New Yorker Abraham Amerika musik diyakini dapat membantu penyakit Parkinson, sebab pada saat mendengarkan atau bermain musik tubuh si pasien bereaksi. Selain itu ia jua mengatakan bahwa musik mampu menggali ingatan yang hampir hilang sama sekali.

Musik juga diyakini dapat membantu merilekskan pasien yang akan menjalani operasi sehingga tidak dibutuhkan obat penenang yang berlebihan, serta mampu mengurangi ketegangan tim operasi yang biasa terjadi dan dialami di ruang operasi, sehingga operasi bisa dilakukan lebih cepat.[18] Selain menyembuhkan berbagai penyakit, musik juga diyakini mampu meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas terutama anak-anak.

Para peneliti juga mengemukakan bahwa musik mampu meningkatkan kreativitas, memperbaiki kepercayaan diri murid, mengembangkan ketrampilan sosial, dan menaikkan ketrampilan motorik persepsi dan perkembangan psiko motorik.[19]

3.       Musik Sebagai Alat dalam Melaksanakan Ibadah

Manfaat lain yang dihadirkan musik bagi kehidupan manusia adalah digunakannya musik dalam rangkaian ritual keagamaan (ibadah). Sejak awal kelahirannya, musik sudah identik dengan agama atau kepercayaan, dimana saat itu musik sering dikaitkan dengan dewa-dewa yang mereka yakini dan dimainkan dalam rangkaian ritual penyembahan terhadap dewa-dewa tersebut.

Hal ini sebagaimana yang biasa dilakukan oleh umat Kristiani. Musik dalam agama Kristen merupakan hal penting dan mendapat tempat mulia yang tidak bisa dipisahkan dari ritual ibadah mereka. Selain dalam kegiatan ibadah, musik juga digunakan dalam acara-acara lain seperti perkawinan, pemakaman, pengurapan orang sakit, dan dalam upacara pertobatan.[20]

Umat Kristiani percaya bahwa bernyanyi dan bermain musik merupakan karunia dari tuhan, dan melantunkan suara untuk bernyanyi dapat mendatangkan kebahagiaan bagi manusia dan pencipta. Melalui nyanyian seseorang dapat mengungkapkan perasaan (emosi), susah atau senang, menyuarakan kasih sayang, kekaguman dan pujian terhadap sang pemrakarsa musik dan nyanyian.

Selain umat Kristiani, penggunaan musik dalam kegiatan ibadah, juga dilakukan oleh sebagian umat Islam, terutama oleh mereka yang terjun ke dunia sufisme. Dalam dunia sufi dikenal adanya apa yang disebut musik spiritual (sama), yaitu musik yang dijadikan sarana untuk menimbulkan keindahan dan menggerakan hati dalam perjalanan menuju yang maha kuasa dan menggapai cintaNya.[21]

 

E.     Pandangan Ulama tentang Musik

Tujuan syariat Islam adalah untuk memperbaiki moral dan membersihkan hati masyarakat dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh sebab itu, segala bentuk kegiatan yang akan menimbulkan kemungkaran dan menggiring seseorang melakukan perbuatan dosa diharamkan Islam, walaupun kegiatannya terlihat bersifat positif.

Termasuk di dalamnya adalah masalah musik dan nyanyian. Musik dan nyanyian dipandang dari manfaatnya dapat menyegarkan jiwa dan menggairahkan hati sehingga seolah-olah hukumnya boleh. Namun, karena diiringi oleh hal-hal yang mengandung unsur kemungkaran maka diharamkan.

Berikut ini beberapa pendapat ulama tentang hukum menyanyi, yaitu sebagai berikut:

Imam al-Ghazali dalam kitab ihya’ mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mengharamkan musik, justru semua nash-nash syariat membolehkan musik dan nyanyian, tarian, menabuh rebana, permainan perisai, perang-perangan, dan permainan-permainan pada hari-hari kebahagiaan, seperti walimah pernikahan, aqiqah, dan khitan, menyambut kedatangan seseorang, dan hari-hari kebahagiaan yang lain yang diperbolehkan menurut syara’.[22]

Termasuk perayaan yang diperbolehkan adalah merayakan kebahagiaan dengan berkumpul bersama teman, saudara dengan diiringi acara makan-makan, dan tidak menutup kemungkinan terjadinya nyanyi- nyanyian.[23] Imam syafi’i berkata: “lagu adalah senda gurau dan hukumnya makruh, siapa yang memperbanyak mendengarkan lagu adalah orang bodoh yang tertolak persaksiannya”Abu Thayib berkata: “jika mendengarkan lagu yang dilantunkan oleh seorang wanita yang bukan muhrim hukumnya haram menurut pendapat pengikut al-Syafi’i dengan segala kondisi, baik menonton secara live (siaran langsung) atau dari balik layar, baik untuk dikonsumsi bebas maupun menjadi hak milik”. Imam Syafi’i berkata: “seorang tuan/ majikan yang menyuruh budaknya untuk bernyanyi di hadapan khalayak dan mendengarkan lantunan lagunya dia adalah orang yang bodoh yang tertolak persaksiannya”. Diceritakan dari Imam Syafi’i bahwa beliau membenci musik dan nyanyian dengan hentakan pedang, beliau berpendapat bahwa hal ini merupakan ajaran-ajaran orang-orang kafir zindiq yang membuat terlena dari al Quran.

Tentang pengharaman bernyanyi, Imam Syafi’i mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menjadikan bernyanyi sebagai profesi dengan mengajarkan kepada orang lain sehingga orang-orang mendatanginya, sehingga menjadi populer dan terkenal atau demikian seorang perempuan/ wanita, maka tidak sah persaksiannya, karena nyanyiannya merupakan senda gurau yang dibenci yang merupakan perbuatan batil. Mereka juga digolongkan orang yang bodoh dan jatuh martabat kehormatannya. Apabila dia tidak menjadikan nyanyian sebagai kegemaran dan tidak menggelutinya, namun hanya sebagai ungkapan kegirangan sehingga ia berdendang, tidak jatuh kehormatan dan tidak batal persaksiannya.[24]

Menurut satu riwayat dari Malik, bahwa musik dan nyanyian itu hukumnya mubah.[25] Sedangkan menurut Imam Hanafi, musik dan nyanyian yang diharamkan adalah musik atau nyanyian dengan lirik yang menceritakan seorang perempuan yang nyata dalam kehidupan atau menceritakan tentang kenikmatan khamr. Hal itu tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan syahwat dan memancing orang yang mendengarkannya untuk meminum khamr.

Musik atau nyanyian yang tujuannya untuk disaksikan dan untuk mengetahui sastra ilmu balaghah (ilmu sastra Arab) tidak diharamkan. Begitu juga musik atau nyanyian yang bernapaskan tentang hikmah, nasihat, dan menceritakan tentang hal-hal yang mubah, seperti bunga, matahari, dan air.

Adapun perkataan perkataan dari Imam Abu Hanifah yang dikutip oleh Asmaji Muchtar dalam bukunya Dialog Lintas Madzhab, bahwa menyanyi dimakruhkan dan mendengarkannya termasuk perbuatan dosa adalah nyanyian yang mengandung keharaman.[26]

Dalam suatu riwayat Imam Ahmad melarang anak yatim menjual budak wanita penyanyi yang diwariskan kepadanya, sekalipun harganya lebih mahal. Dari sini dapat dipahami, seandainya penjualan penyanyi itu halal dan lagu-lagu itu dibolehkan, niscaya Imam Ahmad tidak melarang anak yatim menjual budaknya yang penyanyi. Tetapi karena nyanyian itu haram, maka harga penyanyinya pun diharamkan.[27] Imam Ahmad juga mengatakan bahwa dalam suatu walimah, apabila mengandung hal-hal seperti alat musik dan nyanyi-nyanyian maka tidak wajib mendatangi undangan walimah tersebut.[28]

Lain halnya dengan Abu al-Hasan ibn Salim, beliau ditanya “mengapa engkau menolak nyanyian, padahal al-Junayd, Sirri as-Suqthi, dan Dzun Nuri biasa mendengarkan nyanyian?”. Abu al-Hasan menjawab “bagaimana aku akan menolak nyanyian, sedangkan orang-orang yang lebih baik dariku seperti Abdullah ibn Ja’far ath-Thayyar membolehkannya dan ia pun biasa mendengarkan nyanyian. Aku hanya menolak nyanyian yang melalaikan dan senda gurau belaka”.

 

F.      Perkembangan Musik Masa Kini

Peradaban modern adalah hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan yang gemilang, yang telah dicapai oleh manusia setelah penelitian yang tekun dan eksperimen yang mahal, yang dilakukannya selama berabad- abad. Dan tidaklah mengherankan jika manusia menggunakan penemuan- penemuannya itu dalam menyingkap rahasia-rahasia alam serta kekuatan- kekuatannya yang tersembunyi, guna meningkatkan dirinya dan taraf hidupnya. Sudah barang tentu, hal itu lebih bijaksana dari pada menggunakan penemuan-penemuan itu guna menghancurkan peradaban itu sendiri atau memudahkan bagi manusia untuk melakukan tindakan bunuh diri secara massal.

Kemajuan teknologi yang ada saat ini, secara umum telah banyak memberikan kenikmatan dan kemudahan bagi rakyat jelata, dengan cara yang tak pernah didapat, bahkan oleh para raja dahulu kala. Seperti halnya para biduan dan biduanita yang dahulu hanya bernyanyi di istana-istana para raja, kini suara mereka pun telah sampai ke gubuk-gubuk. Para pekerja dan petani tidur sambil menikmati suara merdu mereka.[29]

Dengan melihat perkembangan musik sekarang yang begitu pesat, baik dilihat dari sisi aliran maupun kemasan, maka umat islam perlu menengok kembali konsep seni musik menurut nabi dengan membaca dan memahami hadis-hadis yang membicarakan musik.

Tidak dapat dipungkiri, musik sangat dekat dengan kehidupan kita, bukan hanya dari kalangan remaja saja, tapi hampir semua kalangan menyukai musik. Namun banyak orang yang mengatakan bahwa musik itu haram, atau menyanyi itu haram.

Memang, lingkungan para seniman, sebagaimana yang sampai beritanya sampai kepada kita, pada umumnya mengikuti pola hidup yang memperturutkan hawa nafsu, mahir dalam memukul gendang dan meniup seruling, seringkali untuk mengiringi gejolak naluriah yang rendah, dan jarang sekali demi tujuan yang mulia.

Mungkin keadaan seperti itulah yang menyebabkan sebagian para ulama mengharamkan musik dan nyanyian. Banyak dari mereka yang merasa bertanggung jawab atas perkembangan masyarakat, mengamati cerita-cerita yang berkaitan dengan para seniman yang bekerja di bidang musik dan nyanyian. Atas dasar itu, para ulama tersebut menolak gaya hidup para seniman. Dan bersamaan dengan itu pula, mereka menyatakan ketidaksenangannya terhadap sarana dan peralatan yang mereka gunakan, terlebih lagi terhadap suasana sekitar mereka yang tidak mengindahkan norma-norma agama.

Pada masa sekarang, di beberapa kota Islam pada bulan Ramadhan masih ditemukan tradisi lama yaitu pada waktu makan sahur, banyak orang-orang berjalan-jalan sambil bernyanyi dan terkadang menggunakan terompet. Beberapa tabib muslim ada juga yang menggunakan musik sebagai sarana penyembuhan penyakit. Baik jasmani maupun rohani, dan di tulis juga beberapa risalah tentang ilmu pengobatan melalui musik.

Tidak hanya itu, dengan berkembangnya seni musik pada masa modern ini, masih banyak pula kita jumpai seniman-seniman modern yang masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama. Contohnya mereka masih menggunakan shalawat-shalawat, kata-kata atau nasihat-nasihat yang berisi hal-hal yang Islami, yang dipadukan dengan aransemen musik modern, yang tentunya akan semakin menarik perhatian para pendengarnya. Meskipun demikian, banyak pula seniman-seniman yang  mengikuti peradaban barat yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama, baik dari segi isi maupun cara penyampaiannya. Tetapi apabila mau bersikap adil, seharusnya kita lebih berhati-hati


PENUTUP

 

Tidak diragukan lagi, seni atau kesenian merupakan perkara yang sangat penting karena berhubungan dengan hati dan perasaan manusia. Seni berusaha membentuk kecenderungan dan perasaan jiwa manusia dengan alat-alat yang beraneka ragam dan merangsang, alat-alat yang dapat didengar, dibaca, dilihat, dirasakan, maupun dipikirkan. Tidak diragukan pula, seni sama halnya dengan ilmu. Ia dapat dipergunakan untuk kebajikan dan pembangunan, atau untuk kejahatan dan kerusakan. Disinilah letak pengaruhnya yang sangat besar.

Sebagian orang masa kini, dengan mudah mengeluarkan berbagai fatwa di bidang agama, mengharamkan dan mewajibkan, membid‟ahkan dan memfasiqkan, bahkan ada kalanya mengkafirkan orang lain, dengan berdalihkan  beberapa  hadis  yang  seandainya  dapat  diterima  kesahihan sumbernya, namun masih belum dipastikan dalalah (petunjuk yang disimpulkan) darinya secara tepat dan tidak menimbulkan keraguan dan kekacauan.

Di ujung lainnya, beberapa aliran atau kelompok muslim telah bersikap berlebihan dengan menolak sejumlah hadis yang disahihkan oleh para pakar hadis, semata-mata karena kandungannya menurut mereka, tidak dapat diterima akal mereka dan tidak sesuai dengan kemajuan zaman.

Tidak bisa dipungkiri fenomena yang terjadi saat ini adalah banyaknya persoalan yang berpangkal dari seni musik. Menurut penulis mustahil jika kita bisa menghapus musik dan nyanyian dari kehidupan dunia modern ini. Musik dan kehidupan seakan menjadi satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan lagi. Beberapa contoh peristiwa nahas telah mewarnai event-event musik. Tawuran, aksi dorong mendorong, dan aksi kriminal lainnya kerap terjadi pada sebuah konser. Justifikasi pengharaman terhadap mendengarkan musik seakan tidak bisa dijadikan senjata ampuh bagi masyarakat yang sudah menjadi pecandu musik ini. Untuk itu, diperlukan adanya sebuah formulasi yang bisa menjadi acuan untuk mendapatkan sebuah bentuk seni musik yang selaras dengan nilai- nilai Islam maupun budaya.



[1]Dalam makalah ini, penulis mengalami kesulitan dalam memilih materi dan referensi yang pas untuk dijadikan acuan dalam penulisan disebabkan banyaknya refensi dan pandangan tentang keharaman musik terlebih lagi Islam garis keras yang sangat menentang musik apapun. Dilema ini sudah bisa terpecahkan seiring dengan  ditemukannya sumber rujukan yang pas yang tercantum dibawah ini. Penulis juga mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.

[2]Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, Polemik Seputar Hukum Lagu dan Musik, (Jakarta: Darul Haq, 2002), h. V

[3]Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram? (Pro Kontra Masalah Musik dan Nyanyian), (Jakarta: Darul Haq, 1999), h. v-vi

[4]Jabrohim dan Saudi Berlian, Islam dan Kebudayaan, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1995), h. 50

 

[5]Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 13

[6]Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian: Relevansi Islam dengan Seni Budaya karya Manusia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 82

[7]M.  Quraish  Shihab,  Wawasan  al-Quran:  Tafsir  Maudhui  atas  Perbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), h. 385

 

[8]Yusuf Qarhdhawi, Fiqh Musik dan Lagu, (Bandung: Mujahid Press, 2002), h. 194

[9]UNESCO, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1997), h. 377

 

[10]Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, .... h. 18-19

[11]Yusuf Qardhawi, Fiqh Musik dan Lagu, .... h. 96

[12]Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, .... h. 19

[13]Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam Pandangan Islam, .... h. 20

                [14]Sayyed Hussein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Penerbit Mizan, 1993), h.165

                [15]Ibid, h. 167

[16]Yusuf Qardhawi, Fiqh Musik dan Lagu, .... h. 196

[17]M. Abdul Jabbar Beg, Seni di Dalam Peradaban Islam, .... h. 58-59

[18]Fan      Frank     Ochbman,             Ampuhnya           Musik     Sebagai  Terapi, diunduh melalui http//www.indomedia.com/intisari, pada tanggal 26 Juni 2020, pukul 22.00 WIB.

[19]Don Campbell, Efek Mozart “Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreatifitas, dan Menyehatkan Tubuh ”, terj. T. Hermaya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h.220.

 

[20]Ernes Mariyanto, Musik dalam Ibadah Katolik, (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1998), h. 36-37

[21]Yusuf al-Qardhawi, Seni dan Hiburan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h.79

[22]Imam al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-Din, juz 2, (Semarang, Thaha Putra, tt), h. 268

[23]Asmaji Muchtar, Dialog Lintas Madzhab (Fiqh Ibadah dan Muamalah), (Jakarta: Amzah, 2015), h. 346-347

[24]Said Agil Husin al-Munawar, Membangun Metodologi Ushul Fiqh, terj. Abdur Rahman Kasdi, (Jakarta: Ciputat Press, 2004), h. 386-389

[25]Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Mutiara Hadis Jilid 3, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), h. 510

[26]Asmaji Muchtar, Dialog Lintas Madzhab .... h. 348.

[27]Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik dan Lagu, (Jakarta: CV Cakrawala Persada, 1994), h. 43

[28]Asmaji Muchtar, Dialog Lintas Madzhab .... h. 348.

[29]Syaikh Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis atas Hadis Nabi SAW, terj. Muhammad al- Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1993), h. 102.

TAFSIR AYAT TENTANG RIBA DAN PRAKTIKNYA (Interpretasi Surat al-Baqarah Ayat 275)

  Pembahasan: Penafsiran Ayat Riba (Q.S Al-Baqarah; 275)   Kata riba dalam al-Qur’an terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empa...