Perbankan Syariah dan Akad-akadnya



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bank Syari’ah
Bank Islam adalah institusi keuangan yang menjalankan usaha dengan tujuan menerapkan prinsip ekonomi dan keuangan Islam pada area perbankan. Bank Islam/Syariah bisa didefinisikan dengan berbagai cara. Definisi bank Islam yang disetujui oleh General Secretariat of the Organization of the Islamic Conference ( OIC), sebagai berikut:[1]
1.      Bank Islam adalah institusi keuangan yang memiliki hokum, aturan, dan prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip syariah dan melarang dan membayar bunga dalam operasi yang dijalankan.
2.      Bank Islam adalah bisnis bank Islam berarti bisnis bank yang memiliki tujuan dan operasi tidak memuaskan elemen yang tidak diijinkan oleh agama Islam.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa institusi keuangan Islam adalah institusi yang berdasarkan prinsip-prinsip syar’i.hal ini termasuk tetapi tidak terbatas dalam menerapkan prinsip Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Menolak adanya bunga ( riba ).
2.      Melarang Gharar (ketidakpastian, resiko, spekulasi).
3.      Focus pada kegiatan-kegiatan yang halal (yang diizinkan oleh agama).
4.      Secara umum mencari keadilan, dan sesuai etika dan tujuan keagamaan.
5.      Pembagian keuntungan dan kerugian antara bank dan konsumen/nasabah.
Dengan demikian secara umum dapat disimpulak bahwa bank Islam/Syariah adalah lembaga keuangan yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat agama Islam.
B.     Perbedaan Antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank syariah sama seperti bank konvensional adalah organisasi yang bertujuan mencari keuntungan. Hanya saja, bank Islam melarang riba atau aktivitas bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah. Aktivitas Bank Islam didasarkan pada prinsip membeli dan menjual asset.
Beberapa aspek yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional, yaitu:[2]
1.      Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.
2.      Lembaga penyelesai sengketa
Berbeda dengan bank konvensional. Jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dengan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya diperadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum materi syari’ah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia di kenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia ( BAMUI ) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
3.      Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produk agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah.Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham.
4.      Bisnis dan Usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung dalam hal-hal yang diharamkan.
5.      Lingkungan kerja dan corporate culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah.Dalam hal etika misalnya sifat amanah dan shiddiq.Harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara teamwork dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishmen, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar.Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga.
Beberapa contoh dari perbedaan antara sistem Bank Islam dengan Bank Konvensional.[3]
Karakteristik
Sistem Bank Islam
Sistem Bank Konvensional
Kerangka Bisnis
Fungsi dan operasi didasarkan pada hukum syariah
Bank harus yakin semua aktivitas adalah sesuai dengan tuntunan syariah.
Fungsi dan operasi didasarkan pada prinsip sekuler dan tidak didasarkan prinsip hukum atau aturan suatu agama.
Melarang bunga dalam pembiayaan
Pembiayaan tidak berorientasi pada bunga dan didasarkan pada prinsip pembelian dan penjualan asset. Dimana harga pembelian termasuk profit margin dan bersifat tetap dari semula.
Pembiayaan berorientasi pada bunga dan ada bunga yang tetap dan bergerak yang dikenakan kepada orang yang menggunakan uang.
Pembiayaan dan pembagian resiko
Bank menawarkan kesamaan pembiayaan untuk suatu usaha dan proyek. Kerugian dibagi berdasarkan prosentase bagian yang disertakan, sedangkan ketentuan berdasarkan presentase yang sudah ditentuak diawal
Tidak secara umum menentukan tabi memungkinkan untuk perusahaan modal venture dan investment banks.
Umumnya merak mengambil bagian dari manajemen
Restriction (Pembatasan)
Bank Islam dibatasi untuk mengambil bagian dalam aktifitas ekonomi yang sesuai dengan syariah.
Tidak ada pembatas
Zakat
Bank tidak boleh membiayai bisnis yang terlibat dalam perjudian dan penjualan minuman keras.
Dalam system bank Islam yang modern salah satu fungsinya adalah mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
Tidak berhubungan dengan zakat.
Penalty of Default
 Tidak mengenakan tambahan uang dari kegagalan membayar.
Biasan ya dikenakan tambahan biaya (dihitung dari tingkat bunga ) pada kasus kegagalan membayar.
Melarang Gharar
Kegiatan yang mengandung unsur perjudian dan spekulasi sangat dilarang
Perdagangan dan perjanjian dari segala jenis derivative atau yang mengandung unsur spekulasi diperbolehkan.
Customer Relation
Status bank dalam berelasi dengan clients sebagai partner/investor dan entrepreneur/pengusaha
Status bank dalam berelasi dengan clients sebagai kreditor dan debitor
Syariah Supervisiory Board
Setiap bank harus memiliki syariah supervisiory board untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas bisnis adalah sejalan dengan tuntunan syariah.
Tidak dibutuhkan permintaan ini
Statutory Requirement
Bank harus memenuhi persyaratan dari Bank Negara Malaysia dan juga guidelines syariah
Harus memenuhi persyaratan dari bank Malaysia saja
C.    Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bank Syariah
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut.
1.    Apakah obyek pembiayaan halal atau haram?
2.    Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3.    Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
4.    Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
5.    Apakah usaha berkaitan dengan industri senjata ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?
6.    Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
D.    Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Nasional Syariah (DSN)
1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jikia disbanding bank konvensional.Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya.Garis paduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional.
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyaataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasi telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengwas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
DPS diangkat oleh DSN atas usulan lembaga keuangan syariah. Oleh karenanya terdapat kewenangan DSN terhadap DPS dalam:[4]
a.       Memberikan atau mencabut rekomendasi keanggotaan DPS pada satu lembaga keuangan syariah.
b.      Mengeluarkan fatwa yang mengikat masing-masing DPS di masing-masing keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

2.      Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangan lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut.Banyaknya dan beragamnya lembaga syariah di masing-masing lembagakeuangan syariah adalah suatu hal yang harus di syukuri, tetapi juga harus di waspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkanumat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air mengangap perlu di bentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank- bank syariah.lembaga ini kelak di kenal dengan Dewan Syariah Nasonal atau DSN.
Dewan Syariah Nasional di bentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya reksadana Syariah pada bulan Juli pada tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah majlis Ulama Indonesia di pimpin oleh ketua umum majlis ulama Indonesia dan sekertaris(ex-oficio).Kegiatan sehari-hari dewan syariah Nasional dijalankan oleh badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan sekertaris dengan beberapa anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi mengawasi lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam.Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar perkembangan produk-produknya.
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan member fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasi oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan.
      Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat member teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan.Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk member sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariah.

E.     Kegiatan Usaha Bank Syariah
1.      Penyalur Dana
Produk-produk pembiayaan bank syariah dapat menggunakan empat pola yang berbeda:[5]
1.      Pola bagi hasil, untuk investment financing:
·         Musyarakah
·         Mudharabah
2.      Pola jual beli, untuk trade financing:
·         Murabahah
·          Salam
·          Istishna
3.      Pola sewa, untuk trade financing :
·         Ijarah
·          Ijarah muntahiya bittamlik
4.      Pola pinjaman, untuk dana talangan:
·         Qardh

            Dari sekian banyak produk pembiayaan bank syariah, tiga produksi pembiayaan utama yang mendominasi portfolio pembiayaan bank syariah adalah pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan aneka barang dan properti. Akad-akad yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan tersebut sangat bervariasi dari pola bagi hasil ( mudharabah, musyarakah, dan musyarakah mutanaqisah), pola jual beli (murahabah, salam, dan istishna), ataupun pola sewa (ijarah dan Ijarah muntahiya bittamlik).
            Produk lain yang cukup penting adalah pembiayaan proyek, pembiayaan ekspor, pembiayaan pertanian, dan pembiayaan manufatkur.
No
Produk pembiayaan
prinsip
1.
Modal kerja
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam
2.
Investasi
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik
3.
Perdagangan Barang Investasi, Aneka Barang
Murabahah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Musyarakah Mutanaqisah
4.
Perumahan, Properti
Murabahah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Musyarakah Mutanaqisah
5.
Proyek
Mudharabah, Musyarakah
6.
Ekspor
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
7.
Produksi Agribisnis/Sejenis
Salam, Salam Paralel
8.
Manufaktur, Kontruksi
Istishna, Istishna Paralel
9.
Penyertaan
Musyarakah
10.
Surat Berharga
Mudharabah, Qardh
11.
Sewa Beli
Ijarah Muntahiya Bittamlik
12.
Akuisisi Aset
Ijarah Muntahiya Bittamlik

Dan kontruksi. Akad-akad yang digunakan lebih spesifik sesuai dengan karakteristiknya. Pembiayaan proyek menggunakan pola bagi hasil ( mudharabah dan musyarakah ), pembiayaan pertanian menggunakan pola jual beli dengan pemesanan (salam, dan salam paralel), pembiayaan manufaktur dan rekontruksi menggunakan pola jual beli dengan memproduksi dan membangun (istishna, dan istishna paralel), sedangkan pembiayaan ekspor dapat menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) atau pola jual beli (murabahah).

2.      Penyimpan Dana
Produk-produk penyimpanan pada bank syariah mempunyai empat jenis yang berbeda, yaitu:[6]
Giro
Tabungan
Deposito
 Oligasi/sukuk
-          Waidah
-          Qardh
-          Wadi’ah
-          Qardh
-          Mudharabah
-          Mudharabah

-          Mudharabah
-          Ijarah

3.      Jasa
Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya menggunakan akad-akad tabarru’ yang dimaksudkan tidak mencari keuntungan, tetapi yang dimaksudkan sebagai fasilitas pelayanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bank sebagai penyedia jasa hanya membebani biaya administrasi. Jasa perbankan golongan ini yang bukan termasuk akad tabarru’ adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran uang dengan uang ujr yang merupakan bagian dari ijarah (sewa) yang dimaksudkan untuk mendapatkan upah (ujroh) atau fee.[7]
No
Produk
Prinsip

Jasa Keuangan

1
Dana Talangan
Qardh
2
Anjak Piutang
Hiwalah
3
L/C, Transfer, Inkaso, Kliring, RGTS
Wakalah
4
Jual beli valuta asing
Sharf
5
Gadai
Rahn
6
Payroll
Ujr/wakalah
7
Bank Garansi
Kafalah

Jasa Nonkeuangan

8
Safe deposit Box
Wadiah yad amanah/ujr

Jasa Keagenan

9
Investasi Terikat (channeling)
Mudharabah Muqayyadah

Kegiatan Sosial

10
Pinjaman Sosial
Qadhrul Hasan






[1]Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin¸Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 31.
[2]Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktik¸( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 29-34
[3]Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin¸Islamic........Ibid. hal 39-40.
[4] Ahmad Dahlan, Bank Syariah: Teoritik, Praktik, Kritik, (Yogyakarta: Teras, 2012). Hal. 206.
[5]Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah¸(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). hal. 123-124.
[6]Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah.......IbId, hal 113.
[7]Ibid, hal. 128-129.

TAFSIR AYAT TENTANG RIBA DAN PRAKTIKNYA (Interpretasi Surat al-Baqarah Ayat 275)

  Pembahasan: Penafsiran Ayat Riba (Q.S Al-Baqarah; 275)   Kata riba dalam al-Qur’an terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empa...