Penilaian Kinerja: Masalah dan Solusinya

Menurut Dessler mengemukakan beberapa permasalahan dan solusi yang terdapat dalam proses penilaian kinerja, diantaranya adalah sebagai berikut:[1]
1.    Skala peringkat
Penilaian skala peringkat yang dilakukan oleh menejemen perusahaan, baik di level pimpinan maupun di level supervisior, masih bergantung pada penilaian menggunakan skala peringkat jenis grafis untuk menilai kinerja, padahal skala peringkat sangat rentan terhadap munculnya masalah berikut:
a.    Standar yang tidak jelas
Skala penilaian ini terbuka terhadap interprestasi penilaian. Skala peringkat grafis ini memang terlihat objektif, akan tetapi menghasilkan penilaian yang tidak adil, karena sifat dan tingkat kemanfaatannya memiliki arti ganda. Cara terbaik adalah dengan mengembangkan dan menyertakan kalimat deskriptif yang mendefinisikan setiap sifat. Kekhususan ini dihasilkan dalam penilaian yang lebih konsisten dan lebih mudah dijelaskan.
b.   Efek Halo
Dalam penilaian kinerja, masalah yang muncul ketika peringkat yang diberikan penyelia kapada bawahan atas satu sifat tertentu membuat bias peringkat orang itu atas sifat lainnya. Terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat karyawan yang dinilai. Oleh karena itu, karyawan yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai yang positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang karyawan yang tidak disukai akan mendapatkan nilai yang negatif.
c.    Kecenderungan Terpusat
Merupakan kecenderungan untuk memberikan semua karyawan dengan cara yang sama, seperti memberikan peringkat rata-rata kepada semuanya. Beberapa penyelia bersikeras saat mengisis skala peringkat, mereka cenderung untuk menghindari angka tinggi dan rendah dan hanya memberikan peringkat yang sedang untuk sebagian besar orang-orang mereka. Hal itu bias mengaburkan evaluasi, membuat mereka kurang berguna untuk promosi, gaji, dan tujuan konseling. Memberikan peringkat karyawan dengan tidak menggunakan skala peringkat grafis biasa mengurangi masalah ini, karena pemberian peringkat berarti anda tidak bisa memberikan peringkat rata-rata kepada mereka semua.
d.   Longgar dan ketat
Adalah masalah yang terjadi saat penyelia memiliki kecenderungan untuk memberikan peringkat yang tinggi atau rendah kepada semua bawahannya. Penyebab longgar atau ketatnya penilaian itu bukan hanya kcenderungan si peniali saja tetapi tujuan dari penilai itu.
e.    Prasangka
Adalah kecenderungan untuk mengizinkan perbedaan perorangan seperti umur, ras, dan jenis kelamin untuk mempengaruhi peringkat penilaian yang diterima karyawan. Karakteristik pribadi orang yang dinilai (seperti umur, ras, dan jenis kelamin) bias mempengaruhi peringkat karyawan, sering kali terpisah dan prestasi orang itu sebenarnya.
2.    Bagaimana Menghindari Masalah Penilaian.
Barangkali aman untuk mengatakan bahwa permasalahan seperti dikatakan di atas bisa membuat sebuah penilaian menjadi lebih buruk dari pada tidak ada penilaian sama sekali, namun permasalahan seperti ini tidak bisa dihindari dan maslah ini bias diminimalkan dengan cara:
a.        Pelajari dan pahamilah potensi permaslahan dan solusinya. Memahami permaslahannya bias membantu untuk menhindarinya.
b.        Gunakanlah alat peringkat yang tepat. Setiap alat memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
c.        Latihlah penyelia untuk mengurangi terjadinya kesalahan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun pelatihan tidak selalu menjadi solusinya. Dalam prakteknya, beberapa faktor mungkin lebih penting daripada pelatihan. Ini berarti bahwa meningkatkan akurasi penilaian bukan hanya membutuhkan pelatihan, tetapi juga mengurangi efek dari faktor luar seperti tekanan serikat pekerja dan batasan waktu.
d.       Penyimpanan agenda juga berharga untuk diusahakan. Dengan cara seperti ini maka kita bias mengurangi pengaruh yang merugikan dari permasalahan penilaian dengan meminta penilai mengumpulkan kejadian kritis positif dan negatif yang terjadi selama periode penilaian. Memelihara catatan demikian jelas merupakan pendekatan yang lebih disukai daripada bergantung pada ingatan.
3.    Masalah Hukum dan Etika dalam Penilaian Kinerja
Penilaian mempengaruhi promosi, kenaikan gaji, dan pemberhentian. Seringkali terjadi penilaian perusahaan, yang diwakili oleh pimpinan dan supervisor yang bersifat deskriminatif dan subjektif atas kepentingan masing-masing, khususnya dalam kasus yang menyangkut pemberhentian promosi, pemecatan, pembayaran tunjanagan, atau kombinasi dari semuanya. Sehingga banyak terjadi kasus penilaian diskriminatif dan subyektif menjadi permasalahan hukum di kemudian hari, karena memang hak karyawan sering diabaikan, dan etika penilaian kinerja tidak digunakan dengan baik.
4.    Mengapa Harus Melakukan Penilaian
Secara tradisional, penyelia langsung menilai kinerja karyawan. Namun, pilihan lain tentulah tersedia dan makin banyak digunakan. Kita akan melihat pada hal-hal yang utama.
a.    Penyelia Langsung
Peringkat penyelia merupakan inti dari sebagian besar penilaian. Penyelia seharusnya dan biasanya dalam posisi terbaik untuk mengamati dan mengevaluasi kinerja bawahannya dan bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan tersebut.
b.   Penilaian Rekan Kerja
Penilaian rekan kerja merupakan penilaian yang umum digunakan. Penilaian rekan kerja dapat memprediksikan keberhasilan manajemen masa depan. Para periset menemukan bahwa penilaian rekan kerja memilik dampak langsung  yang positif terhadap persepsi, komunikasi yang terbuka, motivasi kerja, masalah sosial karyawan, kemampuan bertahannya kelompok tersebut, kohesi, dan kepuasan kerja.
c.    Komite Peringkat
Banyaknya pengusaha yang menggunakan komite peringkat. Komite ini biasanya berisi penyelia langsung karyawan itu dan tiga atau empat penyelia lainnya. Dengan menggunakan banyak penilai, maka akan menghasilkan penilaian, yang lebih objektif. Apabila penyelia hanya seorang akan menyebabkan konflik kepentingan, maka penilaian gabungan cenderung lebih dapat diandalkan, adil dan sah. Pengikat yang diperoleh dari beberapa rekan kerja.
d.   peringkat sendiri
Permasalahan dasarnya adalah bahwa biasanya karyawan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada diri sendiri daripada daripada saat mereka dinilai oleh penyelia atau rekan kerja. Karena pada penyelia akan meminta penilaian sendiri untuk menyertai penilaian mereka sendiri harus mengetahui bahwa melakukannya bias mempertajam perbedaan dan mengokohkan posisi, bukannya membantu prosesnya.
e.    Penilaian oleh Bawahan
Makin banyak perusahaan masa kini yang membiarkan bawahannya secara bersama meniali prestasi penyelia mereka, sebuah proses yang disebut umpan balik ke atas (bottom up). Proses ini membantu pimpinan dalam mendiagnosa gaya manajemen, mengenalik potensi permasalahan karyawan, dan mengambil tindakan korektif dengan para menejer perorangan seperti diminta. Para manajer yang menerima umpan balik dari para bawahannya yang menyebutkan jati dirinya, memandang proses penilaian keatas dengan lebih positif dari pada manajer yang menerima umpan balik tanpa menyebut nama, namun bawahan lebih nyaman untuk member respons yang anonim, dan mereka cenderung harus menyebut jati dirinya dalam memberikan peringkat yang tinggi.


[1] Suwatno dan Donni Juni Priansa, ,Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2011). Hal. 209-212.

Konsep Manajemen dan Penilaian Kinerja

Schwartz (1999:VII) memandang manajemen kinerja sebagai gaya manajemen dengan sebagai dasar adalah komunikasi terbuka antara manajer dan pekerja yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan penetapan tujuan, memberikan umpan balik terus-menerus baik dari manajer kepada pekerja dengan sebaik-baiknya, demikian pula penilaian kinerja. Manajemen kinerja yang efektif membantu manajer dan pekerja untuk bekerja dengan cerdik, bukannya lebih keras, untuk mencapai produktivitas dan profitabilitas.
Manajemen kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan kompetensi terencana yang telah disepakati. Manajemen kinerja merupakan  proses penciptaan pemahaman bersama tentang apa yang harus dicapai, dan penciptaan suatu pendekatan terhadap pengelolaan dan pengembangan orang dengan suatu cara yang meningkatkan probabilitas bahwa pendekatan tersebut dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan berjangka waktu lebih lama (Armstrong, 2004:39).
Manajemen kinerja harus dilihat sebagai suatu sistem. Suatu sistem menunjukkan pada sesuatu yang memiliki bagian atau komponen-komponen yang saling berinteraksi dan bekerja sama secara independen untuk mencapai tujuan. Suatu sistem menunjukkan adanya struktur, hierarki dan interelasi antara unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.
Komponen manajemen kinerja terdiri dari: Perencanaan kinerja, Komunikasi kinerja secara terus-menerus, Pengumpulan data; observasi dan dokumentasi, Pertemuan penilaian kinerja, Diagnosis dan coaching kinerja, Perencanaan kembali.[1]
Sementara itu, Costello berpandangan bahwa untuk menyelesaikan menejemen kinerja dalam tiga siklus yang dilalui, yaitu: perencanaan kinerja dan pengembangan, coaching sementara dan review kemajuan, penilaian kinerja dan review pengembangan.
Sedangkan, penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, dan personelnya, berdasarkan sasaran strategik, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh modal manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan di dalam organisasi.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran strategik organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang dikendaki oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa: inisiatif strategik, progam, dan anggaran, dan core vales organisasi serta core competence, dan technical competence.
Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya serta untuk memacu dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrisik.
Manfaat Penilaian Kinerja adalah Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personal secara maksimal. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personal, seperti: promosi, transfer, dan pemberhentian.. Mengindentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel, dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi progam pelatihan personel. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan perdagangan.[2]
Pada dasarnya penilain kinerja merupakan bagian yang ada dalam sebuah menejemen kinerja, tanpa adanya sebuah penilaian kinerja maka tidak akan bisa mengoptimalkan menejemen kinerja itu. Penilaian kinerja, sebagai bagian dari proses manajemen kinerja, sudah lama merupakan sistem yang diperdebatkan, bahkan dalam organisasi hierarki. W. Edwards Deming bahwa ia merampas hak milik tim garis depan mengenai apa yang mereka lakukan. Namun demikian, Penilaian Kinerja yang memiliki banyak fased: Sebagai latihan observasi dan penilaian, proses umpan balik, dan intervensi organisasi masih amat diperlukan.[3]



                [1]Wibowo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal 66-69.
[2]Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal 359-360.
[3] Kaswan, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012). Hal. 211.

TAFSIR AYAT TENTANG RIBA DAN PRAKTIKNYA (Interpretasi Surat al-Baqarah Ayat 275)

  Pembahasan: Penafsiran Ayat Riba (Q.S Al-Baqarah; 275)   Kata riba dalam al-Qur’an terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empa...